Mengapa hal ini selalu menjadi
bahan yang sangat hangat diperbincangkan bahkan sejak diusia usia remaja. Menikah adalah hal yang sangat sakral menurut
ku. Bukan karena hanya sekedar suka sesaat. Bukan pula hanya karena gengsi.
Menikah menurutku adalah sebuah langkah besar. Langkah besar yang benar benar
harus memiliki bekal. Bekal? Iya, bekal Agama yang paling penting menurutku.
Menikah adalah sebuah keputusan besar dua insan yang berbeda untuk menjadi
satu. Keputusan dua keluarga yang memiliki perbedaan perbedaan pastinya.
Keputusan untuk menjalani sampai ahir hayat menjemput. Keputusan untuk
mengajaknya bersama sama melangkah ke jannahnya. Ini bukan perihal main main
seperti kegiatan pacaran yang kalau uda bosan cari pengganti yang baru. Yang
ketika uda merasa jengkel sedikit minta putus, ngga kebayang kan kalau rumah
tangga yang tiap ada masalah selalu minta cerai. Naudzubillah.
Terlepas dari persiapan materi.
Namun disini aku bukan menyinggung masalah kuantitas materi yang dimiliki dan
menjadi bekal. Tapi planning kedepan yang telah dipersiapkan, keyakinan tentang
dengan bersamanya rejeki pasti ada, dan dengan berikhtiar bersamanya rezeki
terasa cukup. Hanya itu J.
Ketika seorang lelaki dewasa meminta seorang wanita untuk dinikahi kepada
bapaknya dan keluarganya, maka dia juga sudah bersedia dan siap untuk
bertanggung jawab lahir dan batin atas wanita tersebut menggantikan peran bapak
dan keluarganya saat ini.
Part of gentlement adalah bukan
dia yang berbadan tegap besar dan berotot besar. Bukan pula dia yang kaya raya
dan bertampang rupawan. Menurut ku dia yang gentlement adalah dia yang mampu
menjadi imam yang baik dalam sebuah keluarga. Seorang laki laki yang
bertanggung jawab dunia ahirat terhadap keluarganya. Menjalankan peran sebagai
suami, sahabat, tauladan dan pelindung bagi istrinya. Menjalankan peran ayah, guru, pembimbing, teman
dan naungan bagi anak anaknya.
Dear teman teman yang cantik.
Menjadi seorang istri adalah ibadah yang menyenangkan, melelahkan, menguras
emosi perasaan dan kesabaran serta memiliki banyak sekali pahala dan keutamaan.
Posisimu kini tak lagi sama seperti ketika kamu masi single dear. Ada sosok
yang harus kamu lebih utamakan dari pada orangtua mu. Dia adalah suamimu.
Ridho-NYA sekarang berada ditangan ridho suamimu. Ketika menjadi Ibu engkau
akan merasakana kesenangan yang luar biasa. Namun juga sakit yang luar biasa
saat melahirkan. Engkau yang selalu ada untuk buah hatimu, engkau yang harus
selalu ada untuk suamimu. Belum lagi pekerjaan rumah yang harus kau kerjakan
juga. Sabay ya dear.. ada surga yang menantimu. Ingatlah bahwa madrasah pertama
seorang anak adalah ibunya. Maka engkaulah yang bertugas melukis kertas putih
buah hatimu. Ditangan mulah masa depan anakmu akan terbentuk. Betapa istimenya
engkau hingga banyak sekali ayat ayat dan hadist yang selalu menceritakan
kemuliaan tugas dan peran mu. MasyaAllah, ladang pahala terbentang luas
dihadapanmu. Tinggal bagaimana engkau mengeksekusi dalam kehidupan nyata ini.
Apakah semua pikiran pikiran itu
sudah terselip ketika mendiskusikan pernikahan yang sangat asik dan tak
berujung? Sudah siap kah kita? Bismillah semoga Allah berikan kesiapan lahir
batin kepada kita ketika akan melaksanakan ibadah yang paling lama dan paling
berpahala hingga setengah agamapun telah tersempurnakan. Amiin.
Pengikat terkuat sepasang suami
istri adalah agama. Semakin dekat hubungan keduanya dengan Tuhan maka semakin
erat juga hubungan mereka berdua.
Masalah Rumah. Baiklah, menurutku
seorang yang telah memutuskan menikah lebih baik tinggal terpisah dengan orang
tuanya, entah dengan mengontrak rumah atau membeli atau menyicil. Meskpiun
sederhana, tak usah yang terlalu mengada ada, karena Ini adalah sebuah proses
awal pendewasaan diri dengan habit baru, role baru yang tak seharusnya ada ikut
campur orang lain meskipun orang tua ataupun keluarga. Kini role rumah tangga
hanya bisa dimengerti dan dibuat oleh suami istri. Kemandirian, cara bertahan, pola
pikir, cara menghadapi masalah bersama, akan menjadi seni tersendiri dalam
rangkaian kisah bahtera rumah tangga. Namun Hal ini dapat dilakukan ketika memang
orang tua tidak ada udzur. Ketika orang tua ada sebab yang tidak memungkinkan
untuk ditinggal maka kewajiban anaknya lah untuk merawat dan menemani orang
tua. Kedua belah pihak suami istripun harus bisa menerima dan ikut memanen pahala dari kasus ini.
Ketika engkau sudah memiliki anaknya yang sangat engkau cintai, maka apa
salahnya jika orang tuanya juga ikut kau bahagiakan, orang tuanya adalah
orangtua mu juga.
Komentar
Posting Komentar